blog oliphe,,oliphe,,dan oliphe

blog oliphe,,oliphe,,dan oliphe
my life my style

ada apa aja si di BLOG ini??

Selasa, 02 Maret 2010

Perkembangan Teknologi Pendukung Terbaru

Coba Bayangkan Anda memiliki layar TV berukuran 80 inci, dengan ketebalan kurang dari 1 cm, membutuhkan asupan daya yang lebih rendah dibandingkan dengan yang ada sekarang. Ajaibnya, layar televisi anda bisa digulung atau di lipat seperti tikar. Semua itu mungkin saja terjadi, jika menggunakan teknologi OLED.
Diode Organik atau OLED di masa depan akan menggeser posisi LCD dalam pasar display tipis dengan resolusi tinggi

Mengenal dan menggarap teknologi OLED sudah lagi bukan hal yang asing untuk didengar. OLED adalah singkatan dari Organic Light Emitting Diode. Dari namanya sudah dapat ditebak bahwa OLED terbuat dari bahan organik yang memancarkan cahaya. Anoda berada di lapisan paling atas terbuat dari jenis Oksida Timah Indium, yang melindungi lapisan organiknya dari aromatic diamine, diikuti dengan lapisan pemancar cahayanya, kemudian sebagai lapisan terakhir yaitu lapisan katoda yang terbuat dari campuran magnesium dan perak.

Sejak mulai terdengar krisis energi, OLED disebut sebagai solusi bagaimana penggunaan energi bisa lebih dihemat. Selain itu cahaya yang dihasilkan lebih terang dan masa pakai yang lebih lama. Mengingat tawaran aplikasi yang menggiurkan ini pada tahun 1997, Perusahaan Elektronik Jepang, Pioneer Tohoku, berusaha untuk memproduksinya. Jika pada saat itu jenisnya baru Mono Color OLED Display, maka pada pameran akhir 2007 lalu, SONY, memamerkan televisi warna pertama berlayar OLED.
Display Lentur dan Dapat Digulung

Teknologi dasar OLED tidak berubah sejak penelitian awal tahun 1987. Yaitu berupa lapisan unsur organik tipis beberapa nanometer yang memancarkan cahaya, yang disaputkan pada elektroda transparan berupa plastik khusus. Setelah itu di atasnya kembali dipasang lapisan elektroda kedua. Jika sandwich elektroda yang di tengahnya terdapat lapisan tipis elektro-luminesens itu dialiri listrik, maka elektroda dari plastik khusus akan bercahaya. Jika aliran listrik diputus, cahaya akan kembali padam. Dikatakan bahwa teknologi OLED boleh disebutkan meniru alam, yakni dari kunang-kunang.

OLED sendiri menurut teorinya adalah salah satu jenis bahan elektroluminesens. Elektroluminesens (electroluminescence) adalah suatu fenomena optis dan listrik di mana sebuah bahan memancarkan cahaya sebagai respons terhadap arus listrik yang dialirkan pada bahan tersebut, atau sebagai respons terhadap suatu medan listrik yang kuat. Pemancaran cahaya pada elektroluminesens berbeda dengan pancaran cahaya akibat dari pemanasan (seperti pada lampu pijar cahaya berasal dari pijaran kawat filamen) ataupun akibat dari reaksi kimia (chemiluminescens).

Prinsip dari peranti elektroluminesens adalah peranti yang dapat memancarkan cahaya dengan warna (panjang gelombang) tertentu jika diberikan kepadanya medan listrik. OLED merupakan salah satu peranti yang bekerja (memancarkan cahaya) berdasarkan prinsip ini. Bagian yang penting dalam struktur OLED yaitu lapisan tipis (thin film) yang tersusun dari molekul-molekul organik atau polimer yang berfungsi sebagai pemancar cahaya dan lapisan elektroda yang tersusun secara berumpak (sandwich).

Keunggulan dari OLED adalah pada ketipisan dan kefleksibelan bahan. Tak heran jika produk ini menjadi andalan dan prototipe produk-produk display yang dapat digulung. Selain itu dengan kemasan bahan-bahan tertentu layar juga bisa dipastikan lebih fleksibel dan tahan banting.

Kini para peneliti diode organik OLED masih terus mengembangkan potensi unggulan yang tersimpan. Pakar fisika dari Universitas Koln di Jerman, Klaus Meerholz mengatakan salah satunya adalah kemampuan unsur semi konduktor organik untuk menerima, menyimpan dan meneruskan informasi. Meerholz menjelaskan telah berhasil menemukan cara memanfaatkan OLED sebagai perangkat penyimpan informasi. LED organik itu direkayasa agar memiliki fungsi ganda bahkan multi fungsi. Yakni menerima, menyimpan, dan memanggil kembali informasi. Tiga fungsi sekaligus dalam sebuah suku cadang, hingga kini belum ada. ”Kami tengah mencobanya dan ini akan butuh waktu lama,” ujarnya. (JURNAL NASIONAL, 24 April 2008/ humasristek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar